Aku Bukan Cinta dan Kamu bukan Rangga






Waow lama sekali rasanya belum membuat coretan lagi, ehe kali ini coretannya sedikit berbeda sekaligus meminta doa dari semua teman-teman akan proses yang berlangsung. Apakah itu yang tentunya ingin membuat namaku jadi satu-satunya di cover bukunya.


Jangan sombong gitu Re, bukan sombong kali ini keinginan yang sungguh-sungguh lama terdiam sungguh ingin kuwujudkan. Apa kah itu sangat berarti buat kamu. Tentu, teman-teman harus menyimak dari awal bagaimana hal besar ini tercipta ya ^_^.


Kali ini, yang akan ku goreskan adalah permainan perasaaan seorang remaja yang belajar tumbuh dengan segala polemik dunia pendidikannya juga proses hijrah yang masih dipaksakan tanpa keinginan hati. Bumbu-bumbu persahabatan di dalamnya pun tak luput dari incaran sang penulis.


Jika kamu tanyakan mengapa ingin sekali menorehkan kisah ini?
Untuk siapa?
Kamu ingin tuliskan hal ini pada siapa?
Kisah ini kutorehkan untuk mengenang masa perjuangan diriku sendiri bagaimana bisa melalui keterbatasan dalam kekurangan di setiap keluarga yang hidup di pedesaan yang semuanya terbatas dalam hal-hal modern namun berlimpah akan segala sesuatunya yang diberikan alam.
Buku ini ku persembahkan untuk keluargaku, diriku sendiri dan juga sahabat-sahabat yang dulu benar-benar murni hadir di hidupku untuk saling memberikan semangat yang pernah ada  di setiap bait kehidupan remajaku.


Meski kehidupan tak selalu dibersamai oleh orang-orang yang sama, setidaknya nanti ketika buku ini lahir masa-masa remaja itu bisa jadi awal pembelajaran antara anak remaja lain yang mungkin lebih sulit melewati masa remaja itu seperti halnya aku dulu.


Ah zaman milinium sudah lewat sekarang kan masanya milineal manalah mereka akan merasakan sensasi bersepeda ke sekolah seperti perjuangan Riana dan teman-temannya dulu.


Terkadang pribadi seseorang bisa lebih cepat mendewasa karena suatu keadaan, peroleh lah pengalaman itu melalui buku perdana ku ya, doakan bisa bermanfaat buat semua yang baca.


Ada sebagian cuplikannya ni biar kalian juga ikut merasakan sensasinya bagaimana jadi Riana yang masih remaja dituntut mengerti sebagian tangung jawab orang tuanya.

****
  Aku punya tantangan besar yang di hadapkan pada kenyataan pada memasuki semester dua ini, bahkan sangat berat pada saat itu di zamanku masih sangat sedikit bahkan sangat jarang siswi yang mengenakan  kerudung. Awalnya aku masih sangat meragu mengenakannya karena sayang dengan rambut panjangku nanti akan tertutup, aku belum siap lahir dan batin karena masih sering memandang sikapku yang masih sangat remaja untuk memahami bahwa hal itu sebenarnya sudah menjadi tangung jawab seorang muslimah yang tentunya memakai akidah agama yang kita anut ISLAM, iya tapi Aku belum memahaminya sejauh itu.


Yang Aku pahami saat itu hanya mengikuti keinginan Bapak yang mendapat teguran  sekaligus sindiran dari salah satu rekan pengajian tempat Bapak ikut menimba ilmu. Bukan sombong atau pamer kalau Bapak di kampung memang di amanahi sebagai tetua kampung sekaligus pemangku musholla pada saat itu di kampung kami tinggal.


Dari situ rupanya banyak masyarakat memandang pertumbuahnku yang sudah memasuki remaja tapi belum di wajibkan Bapak untuk berbusana muslimah layaknya wanita muslim, sebenarnya pada saat itu Bapak juga tahu akan hal itu namun masih sangat minim untuk bisa melengkapiku dari segi materi dengan membuat busana muslimah untuk sekolah.
Pada saat itu seragam sekolah saja yang biasa aku kenakan juga sudah sopan aku tidak memakai rok sekolah diatas lutut tapi selalu di bawah lutut kaos kakiku panjang tapi yang namanya manusia diperhatikan manusia lain begitulah kami ambil sisi positifnya saja.


Bapak menyisihkan sedikit materi untuk membelikanku kain agar di buat seragam untuk sekolah kemudian, zaman nya dulu belum ada seragam jadi yang panjang kalaupun ada harganya bisa dua kali lipat sama menjahit. Akhirnya di semester dua aku sekolah di SMP, aku mulai belajar menggunakan kerudung.


Bagaimana Alan dan Alfi memasuki hidup Riana sejauh itu dia berlari bayangan mereka tetap lekat untuk kembali, ini persahabatan atau cinta yang entah dimana ujungnya.

“Jangan, kayak baju lecek di hari senin yang lupa aku setrika gitu”.
 “ Apaan ye, enggak kok”
“ Jangan sedih gitu lagi,  nanti aku ga bisa jailin kamu kalau sedih duluan”.
Alan berlari menjauh membawa gitarnya kembali dan tentu saja melepaskan tangannya dari kepalaku. Ternyata adegan tadi di perhatikan kedua teman yang duduk disekitarku siapa lagi kalau ga Nur dan Yanti.
Nur menegurku lebih dulu dengan nada yang sangat lucu
“Uiy uiy ada yang main sinetron apa barusan? Adegannya so sweet banget ya ga Yan? “Iya tu Nur penasaran aku apa judul sinetronnya tadi”.
“Kalian apaan sih Alan kan memang gitu ke semua temen cewek sok perhatian padahal emang tukang jahil”.
 “Kami liatny beda loh loh Ri ke kamu bukan sekedar jail”.
 “Jangan mikir yang ga ga say”.
 panggilan sayang kami bertiga jika sudah mulai bercanda.


        Jadi bagaimana akhir perjalanan pendidikan Riana Dewi, yang pastinya kalian akan dibuat menangis dan senyum dengan pergolakan dunia remaja ini. Jangan lupa ya masukin salah satu koleksi bukumu kelak aamiiinnn
Semangat nulis

#ONBSQUAD
#OdopNulisBuku

Komentar

Posting Komentar